Rabu, 29 Januari 2020

Raden Palasara dan Dewi Durgandini

Palasara Rabi

Prabu Basukiswara, raja Wirata mendengar sabda dewa bahwa, puterinya yang bernama Durgandini, akan sembuh dari keringatnya yang berbahu busuk, jika dibuang ke bengawan Silugangga. Patih Kiswata ditunjuk untuk melaksanakan pelarungan Dewi Durgandini, dan berangkatlah patih menunaikan tugas ini.

Syahdan, terjadilah gara-gara di dunia sebab Begawan Palasara tekun sekali bertapa. Hyang Guru dan hyang Narada turun ke bumi, berubah menjadi sepasang burung emprit dan membuat sarang di gelung Begawan Palasara. Lama kelamaan burung emprit bertelur, dan menetas. Begawan Palasara menjadi murka, sebab si anak emprit tak diberi makan oleh induknya. Dikejarlah burung emprit itu, ke mana saja terbangnya begawan Palasara membuntutinya. Untuk mengejar burung emprit yang sudah di seberang bengawan Silugangga adalah sukar.


Kebetulan sekali terlihat oleh sang Begawan sebuah perahu beserta tukang satangnya. Dipanggilnya perahu itu dan datanglah ia. Di dalam perjalanan menyeberang bengawan, diketahuilah bahwa tukang satangnya seorang wanita yang sangat cantik. Pada tatapan pertama sang Begawan merasa jatuh cinta. Luapan asmara yang tak dapat dicegah itu, menjadikan sang begawan Palasara mengeluarkan airmaninya.
Menyadari hal itu percikan air mani yang tertumpah sebagian diusapkannya di tepian kayu perahu, sebagian lagi menetes ke air bengawan, dan ditelan ikan Tambra dan kepiting. Heran sang Begawan mengetahui bahwa Dewi Durgandini berkeringat yang sangat busuk baunya. Setelah diceriterakan asal mulanya sang dewi dilarung di bengawan Silugangga, sang bersedia mengobatinya, dan sembuhlah sang dewi dari penyakitnya. Demikian pula mengenai teka-teki yang terutulis di perahu tersebut, sang Begawan tak merasa khawatir lagi. Dewi Durgandini lalu dapat diperistri oleh sang Begawan Palasara.

Naiklah keduanya ke darat, Begawan Palasara bersemedi. Dengan bersenjakan panah dibasmilah hutan sekitar tempat bersemedi itu, dan hutan Gajahoya, atas karunia dewa, berubah menjadi suatu negeri yang disebut Astina. Hutan yang berisi bermacam-macam binatang itu kemudian berubah menjadi hutan berisi manusia, dengan rajanya Andaka, Rajari, Rajamariyi. Kesemuanya itu menjadi kawula Begawan Palasara.

Perahu yang ditinggalkan oleh Dewi Durgandini dan Begawan Palasara pecah. Dengan hilangnya perahu timbullah manusia kembar, kepiting dan ikan tambra berubah menjadi manusia. Hyang Brama menjelaskan kepada mereka, dan bersabda, wahai, sebenarnya kau berempat ini puttra Palasara, ibumu adalah Dewi Durgandini, jika kamu sekalian ingin bertemu dengan ayah bundamu, pergilah ke Astina, ayahmu menjadi raja di negara tersebut. Kamu yang lahir lebih dahulu kunamakan Raden Kencakarupa dan Rupakenca. Yang lahir kemudian, yang berujud putrid, kunamai dewi Rekatawati, dan saudaramu itu kuberi nama raden Rajamala, lalu pergilah keempat putra Begawan Palasara ke Astina.

Sangat suka citalah Begawan Palasara, dengan kelahiran putranya dari Dewi Durgandini di Astina, diberi nama, Kresnadipayana, Biyasa adalah julukan nama dari ki lurah Semar.

Konon prabu Basukiswara, Raja Wiratha, menerima laporan tentang hilangnya sang Dewi Durgandini dari bengawan Silugangga, dan adanya suatu negara baru bernama Astina, di hutan Gajahoya, dengan rajanya bernama Begawan Palasara. Beliau amat murka. Putranya Raden Durgandana, diperintahkan untuk pergi ke Astina untuk menyelesaikan persoalan tersebut.


Setiba di negara Astina, Durgandana minta bertanding melawan Begawan Palasara putra-putra Palasara: Kencakarupa, Rupakenca, dan Rajamala tak kuasa mengundurkannya. Begawan Palasara bertanding sendiri dengan raden Durgandana. Kalahlah raden Durgandana. Di istana Astina diketahui bahwa Dewi Durgandini, diperistri oleh Begawan Palasara. Akhirnya dikumpulkan Raden Durgandana dengan Dewi Rekathawati. Sukacitalah seluruh istana Astina. Resi Sentanu yang sedianya akan menggempur negara Wiratha, memerangi dahulu negara Astina. Begawan Palasara ditantang bertanding. Ajakan Resi Santanu diterima, sangat ramai perangnya tak ada yang kelihatan kalah atau menang, sehingga dewa harus mencampurinya.

Hyang Narada turun ke bumi melerai peperangan tersebut. Kepada resi Santanu dan Begawan Palasara diberikan teka-teki. Berkatalah Hyang Narada, Wahai kau Santanu, dan kau Palasara, pilihlah, apa yang kau senangi, sah atau sempurna. Sah dipilih oleh resi Santanu dan sempurna dipilih oleh Begawan Palasara. Hyang Narada menceriterakan, sudah menjadi kehendak dewata, kau Santanu akan menikmati kebahagiaan di dunia, adapun kau Palasara, akan menurunkan ratu-ratu kelak di kemudian hari, dan menikmati kehidupan langgeng dan sempurna di kelak di kemudian hari juga. Setelah itu Hyang Narada kembali ke kahyangan. Begawan Palasara segera meninggalkan istana Astina dan permaisurinya Dewi Durgandini, untuk pergi bertapa di Saptarengga. Di negara Wiratha, prabu Basukiswara menerima kembali kedatangan Dewi Durgandini, akhirnya dijodohkan pula dengan resi Santanu, seluruh istana bersuka cita. Resi Santanu bertahta menjadi raja di Astina, Gajahoya.

CATATAN: cerita Palasara Rabi diatas adalah versi jawa, perbedaan dengan beberapa cerita dalam pewayangan jawa sangat mungkin, mengingat banyak sumber yang dipakai, terutama yang dari India.

Demikian cerita dunia wayang, semoga menjadi hiburan bagi masyarakat para pecinta penyuka seni budaya yang merupakan warisan leluhur ini, sekaligus untuk ajang mempererat tali silaturahmi dan media informasi, dan tentunya yang tidak kalah penting pula adalah upaya melestarikan sebagai aset budaya bangsa.

Sumber: cerita seni budaya pewayangan Indonesia



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengurus Papurgra 2023 -2026

Papurgra Abhinaya - Ekspresi Abhipraya - Harapan Abhirama - Senang ... album poto kegiatan (serah terima kepengurusan baru)